Diaspora & Krisis Identitas
![](https://static.wixstatic.com/media/88062d_84c1e7c4a3ec4c49b0ac86f94e41df38~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_654,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/88062d_84c1e7c4a3ec4c49b0ac86f94e41df38~mv2.jpg)
Identitas suatu merupakan hal yang sangat penting di dunia ini. Bagaimana tidak? Identitas mencakup tiga hal besar, yaitu sebagai suatu konsep, sebagai teori, dan sebagai sebuah fakta yang menyodorkan kontestasi perpolitikan saat ini. Pada dasarnya, identitas membantu menggambarkan cara memahami suatu fenomena dalam masyarakat yang mana, terjadi kegiatan saling mempengaruhi antara pengalaman-pengalaman subyektif dari kebudayaan-kebudayaan dan kumpulan sejarah. Bertolak dari pengertian dari identitas, maka sekiranya penting untuk menunjukan pilar-pilar yang terkandung di dalam terminologi identitas itu sendiri serta untuk melihat lebih jauh kompleksitas yang ada dalamnya.
Sebagai suatu konsep, identitas menjadi ukuran yang sangat penting bagi pluralitas. Berbagi suatu identitas yang sama berarti terikat pada suatu hal yang sangat fundamental, seperti kebangsan, ras, etnis, dan sebagainya. Identitas menandai batasan-batasan di dalam lingkup sosial, sehingga adanya perasaan tidak sama antara kelompok-kelompok masyarakat. Akan tetapi, pada kajian politik kontemporer, sangat sulit untuk mengklasifikasikan identitas seseorang dikarenakan beberapa faktor yang menjadi buram. Sebagai contoh, seseorang berkulit hitam yang merasa dirinya beridentitas Inggris. Tentunya hal ini membingungkan, di mana apakah seseorang yang berdasarkan jenis kulitnya bukan berasal dari ras Inggris tetapi merasakan dirinya sebagai seorang Inggris dikategorikan beridentitas Inggris ataukah tidak. Tetapi, di luar konsep tersebut, teorinya, identitas berpengaruh pada pengklasifikasian yang mana terdapat kelompok ‘kita” (in group) dan kelompok ‘mereka’ (out group). Berangkat dari perasaan in group dan out group maka timbul suatu fenomena dalam konsep kekuasaan yang mana identitas dapat menjadi sumber persebaran kekuasaan dan membentuk suatu hal politis, seperti negara, pergerakan sosial, dan gabungan di antaranya.
Dalam konteks kekinian dan seiring mobilisasi massa dalam jumlah dan intensitas yang tinggi antarnegara, maka batasan-batasan yang mengikat menjadi kurang relevan. Mobilitas massa antarnegara ini kemudian dikenal sebagai diaspora. Diaspora dapat menjelaskan bagaimana sampai identitas[1] seseorang bukan berarti selalu ditentukan dari tempat kelahiran ataupun kebangsaannya.
Salah satu contoh bagaimana identitas suatu kelompok dapat berdampak dengan sangat besar ialah pada munculnya fasisme di Italia, nazisme di Jerman, dan konflik antara dua suku besar di Rwanda. Tiga contoh kejadian tersebut merupakan suatu hasil dari pengidentifikasian suatu kelompok identitas dengan identitas lainnya. Dengan kata lain, apabila suatu individu mengidentifikasi kesamaannya dengan individu-individu di sekitarnya, sedangkan di saat yang bersamaan mengidentifikasi kelompok lain sebagai kelompok yang memiliki kualitas-kualitas, ciri-ciri, dan nilai-nilai yang berbeda serta tidak dibarengi dengan perasaan saling membuthkan antar entitas identitas, maka kemungkinan munculnya konflik juga semakin besar.
Pada saat identitas ditinjau dari segi fenomena sejarah, maka identitas dikenal sebagai suatu hasil dari proses panjang kebudayaan atau dikenal sebagai identitas primordial. Identitas primordial juga bisa diterjemahkan sebagai suatu identitas yang telah bersifat kaku karena telah berlangsung sangat lama, sehingga sulit untuk dirubah. Pengelompokan identitas primordial biasanya didasarkan kepada etnis, ras, tempat kelahiran, dan kebudayaan.
Jenis terakhir dari identitas ialah identitas yang didapat dari hasil ciptaan diri sendiri. Hal ini bisa terjadi karena setiap individu mempunyai kemampuan untuk mengganti, merubahah bentuk, dan mendefinisikan kembali dirinya sesuai dengan kepentingannya. Kepentingan tersebut bisa berupa kebutuhan untuk mendapat kepuasan, kekuasaan, kekayaan, maupun untuk menghindar dari ancaman bahaya tertentu. Di era modern seperti saat ini, ‘identitas individu’ dapat sering ditemui karena seringnya perpindahan akibat tuntutan pekerjaan, sekolah, dan sebagainya.
Sebagai penutup, identitas merupakan suatu hal yang sangat cair. Dikatakan cair sebab identitas dapat berubah-ubah sesuai tuntutan zaman dan pergantian waktu. Sumber dari timbulnya identitas pun beragam, dapat berupa kesamaan warna kulit, agama, komunitas sekitar, kebangsaan, bahasa, diaspora dan sebagainya. Menariknya, sejarah mencatat identitas dapat digunakan sebagai instrumen untuk melanggengkan kekuasaan komunitas tertentu. Contohnya ialah Hitler yang menggunakan identitasnya sebagai anggota Bangsa Arya untuk menggalang kekuatan publik Jerman guna menginvasi negara-negara di Eropa.
[1] Identitas dapat diartikan sebagai kumpulan ide yang bersatu menjadi konsep yang tumbuh dalam rentan waktu tertentu dan relatif lama sehingga menjadi suatu nilai bersama. Dalam pengertian lain identitas merupakan hasil kombinasi proses-proses, baik secara sadar maupun tidak sadar.