top of page
  • DenztrialCK

Suku Boti


Indonesia merupakan negeri yang sangat majemuk atau dengan terma yang lain disebut sebagai negara multikultur dengan tingkat heterogenitas tinggi. Kemajemukan yang ada tersebar di seluruh pelosok negeri. Salah satu bentuk kemajemukan itu tidak hanya dilihat dari ras atau etnis yang ada, tetapi lebih dari pada itu hasil cipta atau karsa manusia di dalamnya yang kemudian dikenal sebagai budaya.


Budaya dan tradisi di Indonesia dapat dengan mudah ditemui, demikian juga yang penulis temukan di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT). NTT berdiri atas dasar keragaman suku dan setiap suku yang ada menciptakan kebiasaan mereka masing-masing. Untuk lebih jelasnya, berikut tabel mengenai daftar suku di NTT berdasarkan Taman Budaya, 2009.


Dari kesemua suku besar yang ada, penulis mengambil Suku Dawan dengan spesifikasi Suku Boti sebagai anak dari Suku Dawan dengan pertimbangan atmosfir tradisional yang masih sangat kental dikarenakan jauh dari pusat perkotaan yang hiruk pikuk. Suku Boti juga merupakan salah satu suku asli yang mendiami perkampungan di Timor Tengah Selatan (TTS) tepatnya di Kecamatan Ki’e.


Bertolak dari penjabaran mengenai identitas Suku Boti, penulis bermaksud untuk menjelaskan corak kebudayaan yang ada ditilik dari sistem kepercayaan, aturan-aturan adat, serta pola sosial yang menggambarkan keunikan suku.

 

Secara historis melalui penuturan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sekarang ini sampai pada generasi Nama Benu[1], anak dari mendiang Kepala Suku Boti (Nune Benu), percaya bahwa Boti berasal dari daerah dimana matahari terbit (neon saet), kemudian mereka bermigrasi ke arah barat sehingga sampai di Lunu (desa tetangga Suku Boti di bagian selatan), setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke suatu daerah bernama Seki yang saat ini dikenal sebagai Boti.[2] Perpindahan Suku Boti dari berbagai tempat ini menjadikan Suku Boti kaya akan nilai-nilai tradisi dari Pulau Timor pada khususnya, nilai-nilai tradisi tersebut menghasilkan, diantaranya:


1. Sistem Kepercayaan

Sama halnya dengan suku-suku di Pulau Timor pada umumnya, Suku Boti termasuk suku yang menganut kepercayaan Halaik[3]. Hal ini dikarenakan Suku Boti merupakan suku Atoni Pah atau Atoni Meto (sebutan untuk suku asli Pulau Timor). Kepercayaan tersebut paling tidak mengenal tiga hakekat diluar akal manusia, Uis Pah (dipercaya sebagai Tuhan atas bumi), Uis Neno (artinya Tuhan langit), dan Nitu atau sebutan untuk arwah-arwah nenek moyang. Penulis mengambil dua sudut pandang untuk melihat makna dari kepercayaan yang dianut Suku Boti, yaitu dari ritus-ritus peribadatan dan arsitektur perkampungan Boti.

  • Ritus Ibadat

Paling tidak terdapat dua ritus ibadat Suku Boti yang menjadi ciri khas kepercayaan Halaik Boti juga mampu merepresentasikan sistem kebercayaan halaik. Pertama adalah ritual Natoni. Ritual ini diartikan sebagai ekspresi dari seorang pemberi pesan berupa syair-syair yang disampaikan secara langsung (lisan). Isi dari Natoni sendiri ialah ungkapan rasa syukur kepada 2 dewa (Uis Pah dan Uis Neno) dan arwah-arwah orang mati, serta kepada sesama anggota suku. Tata cara ritual ini dimulai saat seorang penutur (antonis) menyenandungkan syair-syair kiasan adat dan selanjutnya diikuti oleh pendamping penutur. Ritual tidak dilakukan secara pasti setiap tahunnya, dikarenakan ritual ini merupakan ritual yang diperuntukan saat ada acara seremonial, semisal penyambutan tamu terhormat dan pelepasan tamu.


Kedua ialah Poit Pah yang diterjemahkan sebagai syukuran panen. Upacara keagamaan ini dipimpin langsung oleh Kepala Suku Boti. Awalnya warga Boti berkumpul di “Rumah Tua” / rumah kepala suku untuk mendapat nasihat serta berdiskusi mengenai bahan-bahan yang dibutuhkan saat upacara nanti, biasanya berupa hasil bumi dan ternak, setelah bahan-bahan yang diperlukan siap, kaum pria membawa seserahan ke hutan sakral yang dinamakan Nasi Fain Metan, disitu terdapat 2 mezbah yakni untuk Uis Pah dan arwah leluhur serta untuk Uis Neno. Makna yang terkandung dari ritul Poit Pah adalah[4]:

- Ucapan syukur untuk kesuburan yang diberikan Uis Pah

- Mengucap syukur untuk perlindungan dan keselamatan yang diberikan Uis Neno

-Memanjatkan doa permohonan kepada Uis Pah, Nitu dan Uis Neno agar tetap menjaga, melindungi dan memberikan kesuburan agar di tahun-tahun mendatang panen tetap berhasil.


  • Arsitektur

Suku Boti sampai saat ini masih memegang teguh adat dan kepercayaan yang dianut. Tergambar dari keseimbangan serta keteraturan pola perkampungan yang dibangun. Pola arsitektur Suku Boti berbentuk memanjang dan diakhiri oleh Sonaf (rumah Raja).













(pola perkampungan)



(rumah bulat)



(lopo atau gazebo)



Dari ketiga gambar diatas, perkampungan Suku Boti dapat diketahui dua jenis bangunan yang dominan dalam corak perkampungan masyarakat di Pulau Timor pada umumnya dan Boti pada khusunya, yaitu Ume Khubu dan Lopo . Ume Khubu (rumah bulat) diperuntukan sebagai tempat beristirahat dan tidur, sedangkan Lopo digunakan sebagai tempat bersantai maupun tempat pertemuan (biasanya untuk membahas upacara adat/keagamaan oleh ketua suku dengan anggota masyarakat).

2. Aturan Adat

Suku Boti memegang teguh kepercayaan bahwa sikap hidup manusia selama di dunia akan menentukan nasibnya di kehidupan yang baka nanti, oleh karena itu Boti sendiri sangat menaati aturan-aturan adat yang sudah disepakati turun-temurun. Aturan adat Suku Boti secara garis besar terbagi menjadi 2, yaitu aturan adat yang didasari pada kehidupan sehari-hari dan tata cara berperilaku, serta aturan yang mengatur aktifitas anggota suku pada hari-hari tertentu.


  • Aturan sehari-hari

Ada aturan-aturan tertentu yang meregulasi Suku Boti dalam kesehariannya. Disebut aturan adat dikarenakan jika ada anggota yang melanggar maka akan dikenakan sanksi. Sanksi yang didapat berbeda-beda tergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan.


Aturan pertama ialah, laki-laki dewasa yang telah menikah diharuskan untuk tidak memotong rambutnya. Apabila rambut dari laki-laki tersebut tumbuh panjang, maka harus diikat dan dikonde. Rambut merupakan simbol sakral dalam agama khas Boti, oleh karena itu pemotongan rambut terutama pada laki-laki dipandang sebagai bentuk pelanggaran berat. Sanksinya berupa pengucilan bahkan dikeluarkan dari desa. Kasus ini pernah terjadi pada Laka Benu, kakak dari kepala suku Boti saat ini. Laka Benu berpindah agama menjadi Kristen dan memotong rambutnya sehingga ia harus keluar dari desa.[5]


Aturan adat kedua yang terbilang unik yaitu sanksi terhadap tindak pencurian. Suku Boti menjunjung tinggi ajaran agama bahwa kejahatan tidak boleh dibalas dengan kejahatan, sehingga sebagai contoh jika seseorang melakukan pencurian pada ternak atau hasil kebun tetangganya, maka tetua-tetua adat akan berembuk dan menambahkan jenis barang yang dicuri oleh pelanggar (jika si pencuri mengambil ayam, maka tua adat akan menambahkan ayam berkali ganda kepada pencuri tersebut).


  • Aturan pada hari-hari tertentu

Mengutip artikel yang diterbitkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten TTS mengenai Suku Boti di tahun 2015, suku boti memiliki aturan saat hari-hari tertentu, yaitu:

  1. Neon Ai (Hari Api). Hari yang diartikan sebagai hari yang terang dan cerah. Tetapi perlu berhati-hati dengan penggunaan api, sebab jika tidak dapat mendatangkan malapetaka berupa kebakaran.

  2. Neon Oe (Hari Air). Aktivitas lebih berorientasi pada air. Dalam artian harus menggunakan air secara bertanggung jawab dan pada hari ini peran dewa air (Uis Oe) sangat besar sehingga perlu juga diwaspadai.

  3. Neon Besi (Hari Besi) Hari yang dikeramatkan bagi barang-barang yang berbau besi. Jadi harus hati-hati dalam menggunakan benda-benda tajam seperti pisau, parang, tombak dan pedang.

  4. Neon Uis Pah ma Uis Neno (Hari Dewa Bumi dan Dewa Langit). Hari ini merupakan hari yang diperuntukan bagi semua makhluk hidup untuk memuliakan Pencipta dan Pemelihara hidup serta pemangku dan pemberi kesuburan. (Amoet Apakaet, Afafat ma Amnaifat; Manikin ma Oe',tene he Namlia ma Nasbeb).

  5. Neon Suli (Hari Perselisihan). Hari yang dimanfaatkan untuk menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi dalam komunitas. Berhati-hati pula dalam berinteraksi sosial dengan sesama karena peluang besar untuk terjadi perselisihan.

  6. Neon Masikat (Hari Berebutan). Hari ini merupakan kesempatan bagi warga untuk memanfaatkannya secara efisien dan efektif dalam berkomunikasi dan beraktifitas baik dengan sesama maupun lingkungan alam. Hari ini juga merupakan kesempatan untuk meraih sukses dalam hidup.

  7. Neno Naek (Hari Besar). Hari besar, yang penuh nuansa kasih persaudaraan, sehingga perlu dijauhi kecenderungan terjadinya sengketa baik dalam keluarga maupun dengan sesama tetangga atau dalam komunitas yang lebih luas lagi.

  8. Neon Li'ana (Hari Anak-anak). Hari yang disediakan bagi anak-anak untuk dapat mengekspresikan kebahagiaan lewat bermain dan aktivitas lainnya yang bernuansa gembira. Orang tua tidak boleh membatasi atau melarang anak-anak dalam beraktifitas.

  9. Neon Tokos (Hari Istirahat). Hari yang tenang dan teduh, sebab di balik keheningan orang Boti dapat mereflesikkan hidupnya, sejauh mana hubungan dengan sesama, alam dan teristimewa sang pencipta dan pemelihara hidup. Juga dijadikan moment untuk mensyukuri setiap berkat yang diperoleh selama sepekan.

Selain 2 aturan yang sudah dijabarkan, ada 4 falsafah asli Suku Boti yang berisikan larangan-larangan[6].

  1. Kaes mu bak, artinya warga halaika dilarang mencuri;

  2. Kais mam paisa, artinya warga halaika dilarang berzinah dan merampas istri orang lain;

  3. Kaes teun tua, artinya warga halaika dilarang meminum minuman keras/beralkohol;

  4. Kaes heot heo artinya warga halaika dilarang memetik bijol atau biola tradisional khas orang Timor, memetik buah kusambi (kaes hupu sapi), dan memotong bambu (kaes oet o’) bila waktu untuk memanen belum tiba.

3. Pola Sosial

Seperti halnya Suku Baduy di Provinsi Banten, Suku Boti juga terdiri atas 2 jenis, yaitu Boti Dalam dan Boti Luar. Boti Dalam merupakan bagian yang masih mempertahankan tradisi dengan ketat oleh karena itu pola-pola interaksi antar anggota Boti Dalam masih kental akan kebiasaan tradisional. Kebisaan tradisional yang dimaksud semisal pembagian tugas yang jelas antara pria dan wanita. Tugas pria ialah untuk bekerja diluar rumah, bisa untuk berburu, bercocok tanam, maupun mempertahankan daerah perkampungan dari serangan suku lain. Sedangkan wanita bertugas mengurusi rumah dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga, selain itu wanita Suku Boti juga mengenal kain tenun selayaknya suku-suku lain di Pulau Timor.


Di sisi yang lain, Boti Luar pada umunya merupakan bekas Suku Boti Dalam yang melanggar adat istiadat sehingga dikeluarkan lalu terkena perkembangan zaman modern, seperti tidak lagi berpedoman pada keyakinan Halaik.


Dalam keseharian, Suku Boti dikenal sebagai komunitas yang ramah dan bernilai luhur yang tinggi, sifat-sifat ini tercermin dari interaksi yang saling menghargai dan menjunjung tinggi tata karma.

Posisi raja atau kepala suku masih sangat murni karena jauh dari unsur-unsur politik modern, dikarenakan kepala suku bukan sebagai pemerintah melainkan sebagai penampung aspirasi dan pengikat kerukunan antar anggota. Bahkan rumah dari kepala suku sering dijadikan tempat penyimpanan hasil bumi dan benda-benda kerajinan warga.


 

Sebagai kesimpulan untuk menjawab tujuan penulisan ini, maka penulis merasa penting menegaskan beberapa hal.

1. Kepercayaan yang diaunut oleh suku boti, khususnya boti dalam ialah halaika atau halaik.

2. Boti memiliki aturan adat yang ketat serta harus ditaati anggota suku yang kemudian terbagi menjadi aturan sehari-hari dan aturan pada hari tertentu.

3. Layaknya Suku Baduy, Boti juga mengenal suku dalam dan suku luar. Perbedaan antara kedua bagian suku boti umumnya dapat dilihat dari pola sosial yang terjadi.




 

[1] Penerus kepala suku setelah Nune Benu meninggal di bulan Maret 2005. Sumber: http://www.ttskab.go.id/index.php/wisata-budaya.html


[2] http://www.disbudpar.ttskab.go.id/katongpupdf.php?id=8 (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata TTS)


[3] Agama Halaik adalah suatu agama dalam komunitas Atoni Pah Meto yang percaya kepada 2 Allah yaitu Uis Neno (Tuhan Langit) dan Uis Pah (Tuhan Bumi/Tanah). Setelah Indonesia hanya mengakui 6 agama resmi, Halaik sering diasosiasikan sebagai suatu sekte atau aliran kafir.


[4] Sumber: http://faktatts.com/2016/03/24/mengenal-suku-boti-di-tts/


[5] http://www.ttskab.go.id/index.php/2013-10-25-16-29-19/pariwisata.html?showall=&start=1


[6] http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1300/halaika-pedoman-hidup-suku-boti

bottom of page