top of page

LOKALISASI KARANG DEMPEL SEBAGAI KEGAGALAN MDGs KOTA KUPANG: SEBUAH SOLUSI

DenztrialCK

Kupang ialah ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sebuah kota kecil dengan luas 180 km2 yang dihuni oleh 390.877 jiwa menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) Kota Kupang pada tahun 2015. Secara lebih spesifik, Kota Kupang dibagi menjadi enam kecamatan, yaitu Oebobo, Alak, Maulafa, Kelapa Lima, Kota Raja dan Kota Lama. Selain dari aspek geografis, Kota Kupang dipadati oleh berbagai macam spektrum demografi, contohnya jumlah penduduk pria yang lebih tinggi dari wanita menurut yang mana menurut BPS (2014), sex ratio penduduk Kota Kupang berkisar 105, artinya di setiap 105 pria terdapat 100 penduduk wanita. Contoh lain dari spektrum demografi penduduk Kota Kupang menunjukan angka beban tanggungan hidup, di mana perempuan berada pada nilai 42,76 (Data Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Kupang, 2015) atau lebih tinggi 1,92 dari pria, artinya adalah, apabila ditilik dari jenis kelamin, maka setiap 100 wanita usia produktif menanggung 42,76 wanita nonproduktif.

Walaupun selisih tanggungan usia produktif antara pria dan wanita di Kota Kupang menunjukan angka yang relatif sama, namun ternyata menyimpan beberapa permasalahan serius yang apabila tidak ditangani seacar cepat dan berkesinambungan, dampaknya bisa sangat fatal bagi pertumbuhan Kota Kupang sendiri.

Tabel pertama dan kedua diambil dari BPS Kota Kupang (2015). Tabel pertama menunjukan angka partisipasi murni (APM), yakni angka yang menunjukan ketepatan usia dengan jenjang pendidikan yang sedang dijalani pada umumnya, sebagai contoh pada usia 7-12 tahun umumnya duduk di bangku sekolah dasar. Dari data APM bisa dilihat bahwa pria cenderung lebih tepat bersekolah sesuai usianya. Sejalan dengan tabel pertama, pada tabel kedua terutama pada tahap SMU dan perguruan tinggi tinggi (Diploma IV/ S1, S2, S3) terlihat kesenjangan antara pria dan wanita. Kesenjangan ini menimbulkan satu permasalahan serius yang menurut hemat penulis penting untuk dibahas. Permasalahan tersebut ialah dengan masifnya lokalisasi pekerja seks komersial (PSK) di Kota Kupang.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Kelurahan Alak, Kecamatan Alak, tepatnya pada tempat bernama Karang Dempel merupakan pusat lokalisasi PSK di Kota Kupang, bahkan dari data yang berhasil dihimpun penulis dari salah seorang Ketua RW (Rukun Warga) di Kelurahan Alak mendapati, pada wilayah Rukun Warganya terdapat 276.[1]

Satu hal yang menjadi titik tujuan penulis mengenai permasalahan PSK di Kota Kupang ialah terkait kesepakatan Indonesia untuk mendukung United Nations Millenium Declaration pada tahun 2000. Deklarasi pada 2000 ini merupakan suatu bentuk usaha menyeragamkan paham mengenai pentingnya pembangunan di era milenial. Pembangunan di era milenial memiliki delapan target yang masing-masingnya dilengkapi dengan indikator keberhasilan. Delapan target tersebut diejawantahkan menjadi Millenium Development Goals (MDGs)[2] yang di antaranya:

  1. Menghapus kemiskinan dan kelaparan ekstrim;

  2. Menerima pendidikan primer universal;

  3. Meningkatkan kesetaraan gender dan memberdayakan wanita;

  4. Mengurangi angka kematian bayi;

  5. Memperbaiki kesehatan ibu mengandung;

  6. Melawan HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya;

  7. Memastikan kelestarian lingkungan;

  8. Membangun kerjasama global untuk tujuan pembangunan;

Akan tetapi, yang kemudian menjadi fokus penulis ialah pada poin tiga, khususnya pemberdayaan wanita karena dewasa ini, ketika meneropong penyakit sosial – dalam hal ini masifnya PSK di Karang Dempel – tak bisa dilepaskan dari kurangnya pemberdayaan serta perhatian serius tentang nasib perempuan.

Kemudian, besar harapan penulis tulisan ini meningkatkan kesadaran pembaca akan urgensi dari dampak buruk kegagalan pemberdayaan perempuan di Karang Dempel (KD) - Kecamatan Alak. Dampak buruk tersebut berpotensi datang dari rentannya terjangkit HIV/AIDS, ketimpangan sosial-budaya, serta terancamnya anak-anak yang lahir dari pasangan AIDS akibat lokalisasi KD. Lalu pertanyaan yang timbul adalah bagaimana solusi terbaik dalam rangka mengentaskan permasalahan pemberdayaan wanita di Karang Dempel menurut MDGs sehingga pembaca mendapatkan rancangan pembangunan terbaik untuk mengentaskan permasalahan pemberdayaan wanita khususnya di Karang Dempel


 

Pengertian atau definisi dari pembangunan bukan merupakan hal yang baku, realita ini terjadi lantaran konsep pembangunan bersifat fleksibel dan dinamis sesuai tuntutan ruang atau tempat serta zaman atau waktu. Begitupun dengan pandangan para ahli yang berkecimpung pada hal-ha yang berkaitan dengan pembangunan (development). Dari sekian banyak ahli, menurut pengamatan subjektif penulis, terdapat dua definisi yang berbeda namun pada akhirnya dapat saling bersinergi. Pertama datang dari Peet-Hartwick yang menyatakan pembangunan ialah segala usaha dengan maksud menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi semua orang.[3] Pandangan berikutnya mengenai pembangunan datang dari Amartya Sen. Beliau mengasosiasikan pembangunan sebagai instrumen untuk membebaskan manusia dalam hal pilihan maupun kapabilitas.[4] Dengan kata lain, Sen menyatakan pembangunan ialah sutu terma sederhana yang sama sederhananya dengan perluasan pilihan dan kebebasan.

Lebih spesifik dari definisi, Todaro & Smith (2015) memberikan tiga tujuan dari pembangunan, yaitu:

  1. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi kebutuhan dasar, seperti makanan, tempat tinggal, kesehatan dan perlindungan;

  2. Meningkatkan taraf hidup, termasuk pendapatan yang lebih besar, ketersediaan lapangan pekerjaan, pendidikan yang lebih baik, serta perhatian lebih pada nilai-nilai kebudayaan dan kemanusiaan di samping nilai-nilai material;

  3. Memperluas pilihan-pilihan ekonomi dan sosial, yakni membebaskan individu dan kelompok dari ketiadaan-pilihan pekerjaan dan strata sosial.

 

Motif atau alasan dibalik seseorang menjadi PSK tentunya beragam, sesuai dengan penjabaran Koentjoro pada tulisannya On The Spot: Tutur Dari Sarang Pelacur yang mendapati lima alasan, yaitu materialisme, dukungan dari orang tua, modelling, lingkungan yang permisif dan faktor ekonomi. Menjadi menarik ketika wartawan salah satu media online mewawancarai beberapa PSK di Karang Dempel dan kemudian mengetahui dua jenis alasan mendasar keberadaan beberapa PSK di sana. Sebagian besar PSK menuturkan keberadaan mereka di Karang Dempel ialah untuk mencukupi perekonomian sehari-hari, namun di pihak lain sekelompok PSK mengaku awalnya di tipu dengan iming-iming pekerjaan berupah tinggi.[6]

Bertolak dari realita kondisi PSK di Karang Dempel serta tujuan pembangunan menurut Todaro-Smith, maka penulis menawarkan strategi serta solusi terbaik demi terciptanya pembangunan yang berkesuaian dengan MDGs.

Strategi

Seorang ekonom berkebangsaan Inggris bernama Dudley Seers melihat kurang maksimalnya pembangunan disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya pemerataan lapangan kerja dan ketimpangan atau dengan kata lain pembangunan seharusnya berkonsentrasi pada manusianya,[7] sehingga pembangunan hanya dapat terjadi apabila tidak berfokus pada pertumbuhan ekonomi saja, melainkan tentang cara-cara atau strategi untuk mendistribusikan pertumbuhan tersebut.

Apabila dikaitkan dengan motif PSK Karang Dempel yang emngandalkan prostitusi sebagai alat memenuhi kebutuhan ekonomi, juga karena sebelumnya mendapatkan penipuan, maka salah satu jalan ialah dengan merealisasikan investasi manusia, penguatan ekonomi menegah ke bawah, dan memperhatikan ekonomi kecil kreatif.

Solusi Implementatif

Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Kupang di tahun 2014[8] tercatat total pendapatan Kupang sebesar Rp. 926 Miliar, dan dari total tersebut pemda Kota Kupang menganggarkan Rp. 4 Miliar untuk dana bantuan sosial. Belajar dari tuntutan pembangunan yang mewajibkan perubahan dinamis terhadap manusia sebagai subjek sekaligus objek, maka menurut hemat penulis cara terbaik guna mengentaskan prostitusi di Karang Dempel Kecamatan Alak ialah bekerja sama dengan Dinas Sosial dan LSM-LSM terkait untuk mendata lalu mendampingi secara intensif 276 PSK Karang Dempel untuk nantinya dilepaskan ke dalam masyarakat dengan keterampilan baru.

Pendampingan intensif terdiri dari 2 jenis, yaitu pendampingan psikologis dan pendampingan soft skills. Peran psikolog berfungsi untuk memodifikasi ulang kebiasaan para PSK menjajakan tubuh mereka yang sudah dibangun bertahun-tahun. Pelatihan soft skills yang dimaksud ialah pelatihan industri rumahan (home industry) kreatif dan setelahnya Dinas Sosial beserta LSM yang direkrut pemerintah bekerjasama memasarkan hasil kerajinan mantan PSK.

Perihal detail program pengentasan prostitusi Karang Dempel, maka dari total 276 PSK akan dibagi menjadi 23 kelompok sehingga tiap-tiap kelompoknya berjumlah 12 orang dengan tambahan satu psikolog pembimbing dan satu guru keterampilan. Alasan pembagian menjadi 23 kelompok ialah untuk mendekatkan diri secara personal dengan para mantan PSK sehingga pelatih lebih efektif. Disamping bimbingan, Dinas Sosial akan memonitor sebulan sekali perkembangan para mantan PSK berdasarkan indikator keterpenuhan definisi pembangunan, yaitu sampai terciptanya kehidupan yang lebih baik dan mampu mengaktualisasi diri sendiri.


 

Solusi terbaik yang dapat dipakai untuk mengentaskan lokalisasi Karang Dempel ialah dengan menggunakan strategi disribusi menurut Seers yaitu dengan memberikan kesempatan luas bagi para PSK untuk mendapatkan pekerjaan lainnya, menginvestasikan APBD kepada manusianya bukan barang dan menguatkan sektor industri kecil.

Langkah implementatif yang perlu diambil pemda Kota Kupang – bekerjasama dengan lembaga atau organiasi yang bergerak di bidang yang sama ialah membagi 276 PSK menjadi beberapa kelompok kecil yang diperlengkapi dengan psikolog dan pleatih keterampilan soft skills, setelah itu memonitor perkembangan para mantan PSK Karang Dempel sesuai definisi pembangunan.

 

CATATAN KAKI



[1] Diakses di http://kupang.tribunnews.com/2014/01/27/kd-di-kupang-dihuni-276-psk?page=1 pada 30 November 2016


[2] Dikutip dari http://www.unmillenniumproject.org/goals/gti.htm pada 30 November 2016


[3] Gavris, Alexandru. 2011. Theories of Development: Contentions, Arguments, Alternatives. Journal of Urban and regional Analysis. Romania: The Academy Of Economic Studies from Bucharest. Vol III, No 1 , page 105-117. Atau dapat diakses di: http://www.jurareview.ro/2011_1_1/a_2011_1_1_book_review.pdf


[4] Dikutip dari http://www.cgdev.org/blog/what-development pada 30 November 2016


[5] Dikutip dari http://eprints.uny.ac.id/27044/1/Martha%20Kristiyana.pdf pada 30 November 2016


[6] Dikutip dari http://www.moral-politik.com/2013/10/rintihan-psk-karang-dempel-dari-kamar-kecil-nan-kumuh/ pada 30 November 2016


[7] Dikutip dari http://www.economicsdiscussion.net/economic-growth/economic-growth-of-a-country-meaning-and-views/10105 pada 30 November 2016


[8] Dapat diakses di http://kupangkota.go.id

 

DAFTAR PUSTAKA


Akhmad, Fandi & Kasie Seksi Neraca wilayah dan Analisis BPS Kota Kupang. 2015. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Kupang. Kupang: BPS Kota Kupang

Gavris, Alexandru. 2011. Theories of Development: Contentions, Arguments, Alternatives. Journal of Urban and regional Analysis. Romania: The Academy Of Economic Studies from Bucharest. Vol III, No 1 , page 105-117. Atau dapat diakses di: http://www.jurareview.ro/2011_1_1/a_2011_1_1_book_review.pdf

http://eprints.uny.ac.id/27044/1/Martha%20Kristiyana.pdf

http://kupang.tribunnews.com/2014/01/27/kd-di-kupang-dihuni-276-psk?page=1

http://kupangkota.go.id

http://www.cgdev.org/blog/what-development

http://www.economicsdiscussion.net/economic-growth/economic-growth-of-a-country-meaning-and-views/10105

http://www.moral-politik.com/2013/10/rintihan-psk-karang-dempel-dari-kamar-kecil-nan-kumuh/

http://www.unmillenniumproject.org/goals/gti.htm

Seksi Statistik Distribusi. 2014. Indikator Ekonomi Kota Kupang. Kupang: BPS Kota Kupang. No katalog 53710.1507

Todaro, Michael & Stephen Smith. 2015. Economic Development. New Jersey: Pearson Education




bottom of page