top of page

Tentang Bahagia

DenztrialCK

Ada kisah menarik datang dari Amerika tentang jelmaan roh serupa burung yang juga merupakan anak pertama dari matahari. Penduduk asli Amerika percaya bahwa bluebird ­(nama dari burung tersebut) adalah roh yang membawa kebahagiaan. Setiap subuh menjelang fajar, bluebird selalu melintasi langit sambil bersiul dan bernyanyi tuk membangunkan penduduk agar melihat indahnya matahari pagi.


Kisah bluebird nyatanya tak hanya berkembang di Tanah Amerika, melainkan sampai di daratan Eropa, bahkan China. Oleh karenanya sampai saat ini, burung yang dilukiskan berwarna biru dan mempunyai siulan merdu selalu diidentikan sebagai pembawa ketenangan dan kebahagiaan.


Semua orang dari berbagai tempat tinggal tentunya mengenal konsep kebahagiaan terlepas dari perbedaan cara mengekspresikannya. Di Nusa Tenggara Timur (NTT) misalnya kebahagiaan suatu keluarga umumnya diekspresikan dengan pesta yang mengundang tetangga-tetangga untuk berkumpul bersama dan merasakaan kebahagiaan yang sama dengan tuan rumah. Pesta ini bisa saja berlangsung berhari-hari tergantung besarnya kebahagiaan yang sedang dialami. Pesta pernikahan di daerah-daerah di NTT bisa berlangsung hingga 3 hari atau lebih.


Pada hal-hal yang lebih kecil, kebahagiaaan dapat diekspresikan dengan senyum, pula tawa dengan orang-orang terdekat – seperti teman, sahabat ataupun pacar. Kebahagiaan sebagai suatu perasaan yang sangat nyaman sehingga menciptakan keadaan diri yang meluap-luap dalam kesenangan dan canda tawa. Namun, di sisi lain kebahagiaan juga sulit diidentifikasi. Kebahagiaan sebagai konsep yang relatif abstrak hingga membutuhkan telaah mendalam. Dari zaman dulu – khusunya pada abad pertengahan semasa Aristoteles hidup – sampai di era modern, kebahagiaan masih terus menjadi tema yang menarik untuk dibahas.

Secara sempit bahagia bisa dikatakan sebagai perasaan senang atau puas. Di samping itu, pikolog melihat kebahagiaan sebagai suatu keadaan terpenuhinya emosi positif dalam diri.[1] Kemudian yang menjadi pertanyaan, dari manakah datangnya emosi positif tersebut? Orang-orang lalu sering mengaitkan kebahagiaan dengan jumlah uang yang dimiliki, cukup tidaknya pemenuhan kebutuhan dan lain sebagainya. Akan tetapi apakah benar seperti demikian? Fakta menunjukan bahwa hubungan antara jumlah uang dan kebahagiaan cenderung lemah. Negara-negara yang tergolong sejahtera secara ekonomi memang lebih bahagia, namun pada level tertentu kebahagiaan tersebut stagnan dan bahkan merosot ketika masyarakatnya memiliki pendapatan yang berkecukupan untuk memenuhi semua kebutuhan dalam menunjang kehidupannya.[2]

Berkaitan dengan fenomena ini, menurut Aristoteles, kebahagiaan bergantung pada diri sendiri. Lebih lagi, filsuf Yunani ini melihat menjadi bahagia adalah pusat dari tujuan manusia dan merupakan tujuan hidup itu sendiri.[3] Selanjutnya, kebahagiaan muncul dari tindakan-tindakan kebajikan yang dilakukan. Bertolak dari pendapat Aristoteles, bisa dilihat bahwa menjadi bahagia tidak hanya berkaitan sesuatu yang ‘melekat’ karena bahagia adalah hasil dari akumulasi tindakan-tindakan baik.


Akhirnya, berbuatlah hal-hal kebajikan, sebab berbahagia ganjarannya.


 

[1] Dikutip dari http://www.scholarpedia.org/article/Psychology_of_happiness

[2] Ibid

[3] Dikutip dari http://www.pursuit-of-happiness.org/history-of-happiness/aristotle/

bottom of page