Perang Suriah
![](https://static.wixstatic.com/media/88062d_766de4290ea447b0864abaee6f6acf17~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_653,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/88062d_766de4290ea447b0864abaee6f6acf17~mv2.jpg)
Pengantar
Pada dasarnya Timur Tengah ialah suatu kawasan atau regional yang lebih berlandaskan alasan-alasan politik dan budaya ketimbang alasan-alasan geografis. Hal ini bisa dilihat dari Timur Tengah yang sebenarnya merupakan gabungan dari negara-negara di kawasan Asia Barat dan Afrika Utara. Istilah Timur Tengah sendiri pertama kali dituliskan pada publikasi seorang Angkatan Laut Amerika Serikat, A. Th. Mahan dalam tulisannya “The Persian Gulf and International Relations” di tahun 1902.[1] Pada saat itu, Mahan menggambarkan Timur Tengah meliputi ruang di antara Terusan Suez hingga Singapura. Kemudian istilah Timur Tengah mememasuki babak baru ketika kejatuhan Uni Soviet dan fenomena serangan terorisme 9/11.
Kejatuhan Uni Soviet dengan alasan tertentu menegaskan bergabungnya negara di Asia Tengah – semisal Afghanistan – masuk pada ketegori Timur Tengah. Adapun di lain sisi, kejatuhan Uni Soviet berimplikasi pada leluasanya AS dan aliansinya untuk mengkonstruksikan dunia. AS dan aliansinya yang berusaha mengkonstruksikan dunia kemudian berkaitan dengan fenomena 9/11 yang mana mengkonstruksi kawasan Timur Tengah sebagai target demokratisasi dan stabilisasi keamanan – dengan melawan terorisme. Hal tersebut yang paling tidak menjadi dasar Timur Tengah ialah kawasan yang bersifat politis. Di sisi lain, Timur Tengah sebagai suatu regional tidak terlepas dari kesamaan budaya atau kedekatan emosional yang diikat dengan Bahasa Arab.
Secara lebih spesifik, Timur Tengah terdiri atas beberapa negara, yakni Arab Saudi, Bahrain, Iran, Irak, Israel, Kuwait, Lebanon, Libya, Mesir, Oman, Palestina, Qatar, Sudan, Sudan Selatan, Suriah, Turki, Uni Emirat Arab, Tunisia, Yaman dan Yordania. Bertolak dari negara-negara yang telah disebutkan, maka penulis akan menjabarkan isu perang sipil yang kerap kali mengikuti dinamika politik dan keamanan Timur Tengah, utamanya pada rentang waktu dua tahun terakhir.
Isu-isu
Dapat dikatakan Timur Tengah menyimpan permasalahan yang lebih beragam dan serius bila dibandingkan dengan regional-regional lain di seluruh belahan dunia. Walaupun tak bisa ditampikan bahwa regional lain memiliki permasalahan-permasalahannya sendiri – Asia Timur dengan ancaman proliferasi senjata pemusnah massal Korea Utara, Asia Tengah dengan rivalitas India dan Pakistan, Eropa yang menampung gelompang pencari suaka dan lain sebagainya – akan tetapi Timur Tengah setidaknya satu dekade ini menjadi perhatian dunia dengan tensi perpolitikan dan keamanan serta instabilitas sosial.
Isu-isu semisal pemerintahan diktaktor, ketidaksetaraan gender, permasalahan ketahanan pangan, instabilitas harga minyak dunia, gerakan ekstrimisme dan terorisme, perang interstate yang tidak kunjung selesai dan perang sipil yang mengganggu roda pemerintahan. Singkatnya, Timur Tengah mempunyai permasalahan yang cenderung kompleks dan menyeluruh – ekonomi, sosial, politik dan keamanan. Dikarenakan isu yang relatif luas, maka penulis akan berfokus pada perang sipil dikarenakan menurut hemat penulis perang sipil dapat mencakup gerakan ekstrimisme, terorisme, pemberontakan dari pemerintah yang diktaktor dan lebih jauh bisa menyebabkan instabilitas perekonomian – dari minyak bumi – seperti yang sebelumnya telah diperkenalkan terkait macam-macam isu yang berkembang di Timur Tengah.
Berkaitan dengan perang sipil, yang menjadi konsentrasi penulis yakni perang sipil di Suriah. Adapun alasan mengangkat kasus ini dilandasi pada kenyataan bahwa kasus yang bersangkutan masih berkembang hinga dua tahun belakangan, dan bahkan bertambah tinggi dinamikanya menimbang banyak negara yang turut ikut campur secara tidak langsung (tahun 2016 dan tahun 2017). Oleh karenanya kerangka penulisan ialah sebagai berikut:
![](https://static.wixstatic.com/media/88062d_26ec3bb45bdc4738a1cf2c5105e7e1f7~mv2.png/v1/fill/w_722,h_348,al_c,q_85,enc_auto/88062d_26ec3bb45bdc4738a1cf2c5105e7e1f7~mv2.png)
Perang Sipil di Suriah: Identifikasi Perang
Berzins (2013: 1-2) menilai adanya tiga faktor yang melatarbelakangi perang sipil di Suriah. Pertama, berkaitan erat dengan kebijakan Bashar Al-Assad – Presiden yang menggantikan Hafez Al-Assad yang mana merupakan ayah kandungnya sendiri – untuk memerangi sektarianisme. Dikatakan berkaitan erat dengan kebijakan memerangi sektarianisme lantaran alih-alih membuahkan hasil baik, kelompok-kelompok minoritas seperti Allawite, Kristen, Druze, Tsherkess, Syiah dan Suni Sekular justru merasa tertekan dan kehilangan kepercayaan antar-golongan sehingga menyebabkan perpecahan dan segregasi di dalam masyarakat. Kedua, reformasi ekonomi yang dipromosikan Assad guna menstabilisasikan keuangan negara justru berujung pada peningkatan jumlah kemiskinan di mana rasio penduduk miskin pada tahun 2000 sebesar 30,1% meningkat menjadi 35,2% tujuh tahun setelahnya.[2] Ketiga, represi politik atau kediktaktoran Assad. Berhubungan dengan represi politik, Bashar Al-Assad sebagai pemimpin Partai Ba’ath tidak pernah membiarkan lawan politiknya serta kelompok-kelompok yang berusaha melakukan kritik untuk bertahan. Kekerasan seperti membunuh anak muda yang membuat graffiti di tembok Selatan Kota Dara’a membawa gelombang besar massa untuk memprotes kesewenangan rezim Assad.[3]
Berangkat dari alasan-alasan yang melatarbelakangi perang sipil di Suriah dan untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap terkait latar belakang yang dimaksud di mulai dari naiknya Bashar Al-Assad pada tahun 2000, maka berikut ini rentetan-rentetan kejadian penting yang mengikuti kasus perang sipil di Suriah:[4]
![](https://static.wixstatic.com/media/88062d_54590c38906145ceb5553a0cee325b64~mv2_d_3855_4206_s_4_2.png/v1/fill/w_980,h_1069,al_c,q_90,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/88062d_54590c38906145ceb5553a0cee325b64~mv2_d_3855_4206_s_4_2.png)
Perang Sipil di Suriah: Aktor-aktor
Berangkat dari kompleksitas perang sipil di Suriah bila ditinjau dari sudut pandang beragamnya aktor yang memainkan peran di dalamnya, maka penulis akan membagi aktor-aktor tersebut menjadi dua kelompok besar, yakni kelompok aktor internal dan kelompok aktor eksternal. Kelompok aktor internal merupakan aktor-aktor yang berasal dari Suriah sendiri: Bashar Al-Assad dan Partai Ba’ath, Pasukan Pembebas Suriah (Free Syrian Army) dan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Di sisi lain, perang sipil di Suriah juga melibatkan aktor-aktor eksternal yaitu, Hezbollah, Rusia dan Amerika Serikat. Selanjutnya, perlu diingat tidak semua aktor yang disebutkan melakukan tindakan secara langsung dengan memasuki Suriah, namun mereka menjadi bagian dari aktor yang terlibat di dalam perang sipil Suriah sebab walau bagaimanapun mereka tetap memberikan kontribusi atau memainkan perang tertentu di dalam perang tersebut.
Aktor Internal
Sejak kematian Ayahnya dan naiknya Bashar Al-Assad sebagai Presiden Suriah, Assad membawa semangat semi-otoritarian ke dalam rezim pimpinannya. Terlebih lagi sebagai pemimpin atas Partai Ba’ath, Assad menjadi sangat was-was terhadap saingan-saingan politik lain yang bisa saja mengganggu langgengnya pemerintahannya. Tindakan Assad yang kemudian mendapatkan perhatian dunia ialah ketika ia membunuh pemberontak dan bahkan rakyat sipil dengan senjata kimia, eksekusi masal dan serangan pada rumah sakit.[5] Bahkan dikabarkan terdapat sekitar 1.500 orang yang telah terbunuh hanya dengan senjata kimia – korban karena senjata lain tidak terhitung – selama tahun 2011 hingga 2016.[6] Secara lebih dalam, penulis menyediakan gambar berikut guna menunjukan seberapa intensitas Assad dalam rangka memerangi gerakan yang menuntut reformasi pada tahun 2012.[7]
![](https://static.wixstatic.com/media/88062d_652b8163d61846c79c35a370d3378187~mv2.png/v1/fill/w_980,h_554,al_c,q_90,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/88062d_652b8163d61846c79c35a370d3378187~mv2.png)
Kedua ialah Free Syrian Army (FSA), dibentuk pada Agustus 2011 oleh seorang Kolonel bernama Riad Al-Assad.[8] Kemudian pada tahun 2012 FSA menguat dengan membentuk Majelis Supremasi Militer yang terdiri dari 30 anggota di mana setiap enam anggota mewakili lima pos di Suriah.[9] Tujuan utama FSA ialah untuk menjatuhkan rezim otoritarian Bashar Al-Assad dan melindungi masyarakat sipil dari potensi agresor.[10]
Terakhir, ISIS terbentuk pada April 2013 dari organisasi terorisme pendahulunya, Al-Qaeda di Irak.[11] ISIS dipimpin oleh Abu Bakr Al-Baghdadi, di mana menurut estimasi Universitas Raja London 80% dari penjuang di Suriah telah bergabung dengan kelompok terorisme ini.[12] Tujuan ISIS ialah mendirikan negara Khilafah Islam di Irak dan Suriah, serta lebih dari pada itu telah membunuh paling tidak 128 warga sipil maupun pejuang di Suriah selama rezim Bashar Al-Assad.[13]
Aktor Eksternal
Selama pengepungan di pemukiman Suriah di Kota Al-Qusair Mei 2013, dekat perbatasan dengan Lebanon, Hezbollah langsung mengumumkan keterlibatannya secara militer pada perang sipil Suriah dengan membantu Bashar Al-Assad.[14] Dalam keterlibatannya pada perang sipil Suriah, Hezbollah mengalami beberapa fase intervensi. Fase pertama Hezbollah masuk dalam peperangan dengan justifikasi untuk melindungi orang-orang Lebanon di perbatasan Suriah. Fase kedua, Hezbollah turut serta dalam pertempuran sipil antara kelompok pro Assad (pemerintah dan aliansi) dan kelompok kontra Assad dikarenakan alasan untuk menjaga situs-situs penting Syiah, seperti masjid Sayyidah Zaynab dan kuburan Bab Al-Saghir di Damaskus. Fase terakhir ialah ketika Hezbollah berusaha mempertahankan status quo Suriah dan mengingatkan pentingnya tidak jatuh pada jebakan propaganda untuk menjatuhkan rezim Assad.
Berikutnya ialah peranan Rusia sebagai salah satu aktor eksternal perang sipil Suriah. Ali Srikaya (2016: 1) dalam ‘What is Russia’s Role in Syria’ menyatakan keterlibatan Rusia dengan memberikan bantuan keuangan dan militer semenjak rezim Al-Assad (Hafez dan Bashar). Sejalan dengan itu, Stott (2013) mengabarkan bahwa Suriah telah menerima total bantuan keuangan sekitar $ 17 miliar.[15] Pada bagian lain, Rusia juga merupakan negara yang paling membantu rezim Assad dengan mengirimkan bantuan militer seperti Tank T-90, Pesawat Bomber Su-24 dan Su-34.[16]
Aktor penting terakhir ialah Amerika Serikat (AS). Pada mei 2011 AS memerintahkan sanksi atas aktivitas Assad melawan hak asasi manusia, namun rezim tersebut tetap melanjutkan serngan ke kota-kota pusat gelombang protes.[17] Menimbang respon Assad yang tidak mengindahkan perintah pelarangan menggunakan kekerasan, pada September 2013 AS dan Rusia bersepakat untuk bekerjasama memusnahkan senjata kimia yang dimiliki Suriah.[18]
Perang Sipil di Suriah: Perkembangan 2 Tahun Terakhir[19]
![](https://static.wixstatic.com/media/88062d_fb18fb46c2134a9e89e3f419b4977449~mv2_d_3855_3191_s_4_2.png/v1/fill/w_980,h_811,al_c,q_90,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/88062d_fb18fb46c2134a9e89e3f419b4977449~mv2_d_3855_3191_s_4_2.png)
[1] Nuri Özalp, Osman. 2011. Where is the Middle East The Definition and Classification Problem of the Middle East as a Regional Subsystem in International Relations. Turkish Journal of Politics 2(2): 5-21.
[2] Dikutip dari World Bank: https://data.worldbank.org/country/syrian-arab-republic, 2 Desember 2017 (23:02)
[3] Berzins, Janis. 2013. Civil War in Syria: Origins, Dynamics, and Possible Solutions. Latvia: National Defence Academy of Latvia
[4] BBC News. 2017. Syria Profile – Timeline. Dikutip dari: http://www.bbc.com/news/world-middle-east-14703995, 3 Desember 2017 (00.15)
[5] Goldman, Russell. 2017. Assad’s History of Chemical Attacks, and Other Atrocities. Dikutip dari The New York Times: https://www.nytimes.com/2017/04/05/world/middleeast/syria-bashar-al-assad-atrocities-civilian-deaths-gas-attack.html, 3 Desember 2017 (14:24)
[6] Shaheen, Kareem. 2016. Almost 1.500 Killed in Chemical Weapons Attacks in Syria. Dikutip dari The Guardian: https://www.theguardian.com/world/2016/mar/14/syria-chemical-weapons-attacks-almost-1500-killed-report-united-nations, 3 Desember 2017 (14:30)
[7] Holliday, Joseph. 2013. The Assad Regime: From Counterinsurgency to Civil War. Washington, DC: Institute for the Study of War. Hal 15
[8] BBC News. 2013. Guide to the Syrian Rebels. Dikutip dari BBC News: http://www.bbc.com/news/world-middle-east-24403003, 3 Desember 2017 (14:50)
[9] Pos tersebut menetap di utara, timur, barat, pusat dan selatan Suriah .
[10] Informasi lanjutan mengenai FSA dan afiliasinya bisa dilihat di http://fsaplatform.org/fsa
[11] BBC News. 2014. Syria Iraq: The Islamic State Militant Group. Dikutip dari BBC News: http://www.bbc.com/news/world-middle-east-24179084, 3 Desember 2017 (15:08)
[12] Ibid.
[13] McKernan, Bethan. 2017. ISIS Kills 128 Civilians in Revenge Surprise Counter Attack on Syrian Town. Dikutip dari Independent: http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/isis-al-qaryatayn-syria-attack-kills-civilians-raqqa-islamic-state-army-revenge-a8014746.html, 3 Desember 2017 (15:20)
[14] Choucair, Chafic. 2016. Hezbollah in Syria: Gains, Loses and Changes. Aljazeera: Aljazeera Centre For Studies.
[15] Stott, Michael. 2013. Syria Expects More Financial Aid From Russia, Iran. Dikutip dari Reuters: https://www.reuters.com/article/us-syria-crisis-economy/syria-expects-more-financial-aid-from-russia-iran-idUSBRE93N0QA20130424, 3 Desember 2017 (23:27)
[16] Kaim, Markus & Oliver Tammiga. 2015. Russia’s Military Intervention in Syria. Berlin: German Institute for International and Security Affairs. Hal 1
[17] Dikutip dari https://ballotpedia.org/United_States_involvement_in_Syria,_2009-2017, 3 Desember 2017 (23:40)
[18] Ibid.
[19] BBC News. 2017. Syria Profile – Timeline. Dikutip dari: http://www.bbc.com/news/world-middle-east-14703995, 4 Desember 2017 (1.28)